Konsep equality (kesetaraan) yang terkandung dalam pemahaman ordo liberal lebih bermakna sebagai kesetaraan dalam kesempatan dan didepan hukum. Kesetaraan muncul dari penerapan kebebasan ekonomi. Kesamaan dalam pedapatan dan kepemilikan tidak dikenal oleh ekonomi pasar sosial.
Apa sih Kesetaraan Itu?
Apalagi manusia. Dalam artikelnya Wolftein membahas tiga macam kesamaan:
1) Kesetaraan secara politik—artinya hak terhadap kehidupan, kebebasan dan kepemilikan, tanpa gangguan dari pihak eksternal terhadap hal-hal tersebut;
Dengan cepat dapat diperlihatkan bahwa persamaan secara ekonomi dan sosial hanya dapat diraih dengan mengorbankan kesetaraan politis, sebab manusia berbeda dalam hal kemampuan, intelejensia, dan atribut-atribut lainnya. Dalam alam kebebasan, pencapaian, status, penghasilan dan kekayaan orang akan berbeda-beda. Seorang penyanyi berbakat akan mampu menarik penghasilan yang lebih besar dari seorang penggali kubur. Dan lain sebagainya.
Persamaan sebagai Ideal Etis
(1) Apakah hal tersebut logis—apakah doktrin tersebut memiliki konsep dasar yang bermakna dan argumen-argumen yang diajukan sahih;
(2) Apakah hal tersebut realistis—apakah doktrin tersebut memungkinkan manusia hidup bersama, ataukah justru bertentangan dengan kodratnya sendiri sebagai manusia, dan;
(3) Apakah hal tersebut diinginkan—apakah konsekuensi-konsekuensinya sesuai dengan klaim-klaim yang diajukan atau justru bertentangan sama sekali; dan jika doktrin tersebut diterima, apakah hal tersebut membawa kebahagiaan manusia, ataukah justru kekecewaan dan keputusasaan?
Kriteria tersebut dapat dipakai untuk menguji doktrin egalitarianisme koersif.
- Apakah egalitarianisme-koersif logis? Egalitarianisme menyatakan bahwa semua orang harus setara, tetapi tidak banyak pihak egaliter yang mendefinisikan apa persamaan tersebut. Persamaan secara penuh adalah hal mustahil, sehingga konsep ini dapat seketika kita tolak. Konsep-konsep kesetaraan dalam bidang ekonomi dan sosial perlu didefinisikan secara pasti, karena maknanya berbeda-beda. Hingga definisi diberikan dengan jelas, doktrin egalitarianisme tidak dapat dianggap logis.
- Apakah egalitarianisme-koersif realistis? Orang berbeda-beda dan memiliki sistem nilai yang berbeda pula. Karena hal tersebut adalah bagian dari kodrat dan kondisi manusia, maka tuntutan agar semua ini ditinggalkan adalah sesuatu yang bertentangan dengan kodrat manusiawi, dan tidak realistis.
- Apakah egalitarianisme-koersif diinginkan? Egalitarianisme koersif mengimplikasikan dunia tanpa wajah di mana orang-orangnya dapat saling dipertukarkan. Impian terhadap dunia semacam ini lebih menyerupai mimpi buruk daripada sebuah cita-cita, dan memang demikian adanya.
Negara yang pernah mempraktikkan kesetaraan ekonomi dan sosial adalah Kamboja di bawah kepemimpinan Pol Pot. Di bawah rejimnya, seluruh populasi dipaksa meninggalkan kota dan semua orang dari berbagai usia dan status sosial dipaksa tinggal di desa dan bekerja sebagai buruh tani di lahan-lahan pertanian kolektif. Di Kamboja Pol Pot, semua orang harus berpikir, bekerja, dan berkeyakinan sama; setiap pemberontak akan dibunuh seketika di tempat. Saat ini di Kamboja utara dapat ditemui model perkampungan a la Pol Pot, di mana rumah-rumah penduduk tertata rapih, bersih dan berjajar identik. Di dekat perkampungan tersebut adalah kuburan massal di mana ratusan kerangka manusia dikuburkan—sisa-sisa keberadaan sekelompok manusia yang mencoba mempertahankan individualitasnya. Perkampungan kuburan massal tersebut adalah simbol yang pas bagi egalitarianisme koersif
Sementara egalitarianisme koersif mengenakan topeng sebagai doktrin etis, kenyataannya justru sebaliknya. Etika mempra-asumsikan bahwa manusia mampu membedakan kebajikan dari kebathilan. Tetapi doktrin egalitarianisme koersif menuntut agar kita memperlakukan manusia secara sama, tanpa memerdulikan perbedaan-perbedaanya, termasuk dalam hal kebajikan. Menuntut agar orang yang bajik dan yang buruk diperlakukan setara, adalah melakukan hal etis yang secara prinsip mustahil dipenuhi.
Ringkasnya, egalitarianisme koersif tidak logis karena dia mendefinisikan apa isi dan definisi “kesetaraan” tersebut.; dia tidak realistis karena mengharuskan kita menolak nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri; dan tidak diinginkan karena pada hakikatnya bertujuan menciptakan masyarakat manusia seperti koloni serangga. Egalitarianisme koersif gagal sebagai sebuah doktrin; namun secara emosional dia masih tetap menawan hati banyak orang. *(M.Husni Thamrin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar