Rabu, 05 Januari 2011

Konsep Pemikiran Ordo Liberalismus

Saat para pengkritik Liberalisme mencecar kerangka berfikir ekonomi pasar ataupun globalisasi dan berbagai manfaat yang ada didalamnya, secara membabi buta mereka tak bisa membedakan berbagai varian pemikiran yang ada dalam Liberalisme dan memukul rata menyebutnya neo-liberal.  Lebih parah lagi mereka selalu mengidentikkannya dengan aliran pemikiran yang awalnya berkembang di Universitas Chicago (Chicago School), Amerika Serikat.

Maka klop lah liberalisme dengan neo-liberal dan Amerika Serikat. Segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dianggap sebagai langkah neo-liberal dan sekaligus sebagai liberalisme.

Suatu kerancuan berfikir yang sesat.

Namun baiklah kita menengok suatu pemikiran yang pada zamannya disebut sebagai “neo-liberal” yang berkembang di Jerman, dan dikenal dengan sebutan Ordo Liberal atau Ordo Liberalismus.

Ordo Liberalismus atau dibaca Ordo Liberal adalah sebuah konsep, aliran pemikiran, yang dibangun pada akhir tahun 1920-an, oleh “lingkaran” para pemikir ekonomi-politik di Freiburg, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Freiburg School.”  Tokoh penganjur utama dari aliran pemikiran ini adalah Walter Eucken, yang acap disebut sebagai “Pimpinan Freiburg School.”  Tokoh terkenal lain pendukung gagasan ini adalah Alexander Rustow, Wilhelm Ropke, dan seorang pengacara bernama Franz Bohm.

Kemunculan Ordoliberalismus pada akhir 1920-an tersebut harus dipahami sebagai sebuah respon terhadap krisis ekonomi, sosial dan konstitusi, yang terjadi pada masa Republik Weimar. Ia harus dipahami sebagai sebuah “jawaban” liberal terhadap berbagai kegagalan penerapan ekonomi liberal yang terjadai pada abad ke-19, atau yang disebutkan oleh Rustow sebagai “Palaoliberalism,”  dengan beberapa tokohnya seperti Ludwig von Mises dan Friedrich Hayek. Sejalan dengan itu, Alexander Rüstow juga melontarkan kritiknya terhadap pandangan laissez-faire capitalism didalam karyanya Das Versagen des Wirtschaftsliberalismus (1950).

Sebuah respon spesifik dari gagasan liberal terhadap krisis yang mucul pada saat itu amatlah dibutuhkan, mengingat hanya ada dua alternatif pemikiran dominan mengenai negara pada saat itu, yaitu “statism” yang dipromosikan oleh para pemikir ekonomi Historic School (aliran sejarah), dan “sosialisme” pada sisi yang lain, yang banyak didukung oleh gerakan buruh.  Pemikiran “liberal yang lama” berpendirian bahwa tatanan sosial secara sederhana merupakan konsekuensi dari tiadanya lagi kebebasan individu.  Sebagai konsekuensi, ordo liberalismus menyatakan bahwa bahwa negara memiliki fungsi yang penting didalam tatanan ekonomi. Perbedaannya dengan ideologi liberal yang lama adalah, bukanlah terletak pada gagasan intervensi negara itu sendiri, tetapi lebih pada karakter dasar intervensi negara yang membuatnya berbeda dan menjadi alternative dari gagasan etatism  mupun sosialisme. Fungsi baru negara ini disebut sebagai “liberal interventionism” dan tokoh yang cukup mampu menjabarkannya dengan detail adalah William Röpke, yang juga menyebut ordoliberal sebagai “liberal conservatism,” sebagai lawan dari kapitalisme didalam karyanya Civitas Humana (A Humane Order of Society, 1944).

Didalam padangan ordo liberal, negara harus membangun dan memperkuat rezim hukum yang merupakan wujud representasi hakekat tatanan (ordo) kehidupan ekonomi. Rezim ini harus mampu memberikan jaminan otonomi kontrak yang dilakukan setiap individu, hak kepemilikan individual, kebebasan memperoleh pekerjaan atau berdagang, kebebasan bergerak bagi setiap individu, dan juga perlindungan hukum yang efekktif terhadap berbagai hak dan kebebasan tersebut. Sehingga tugas utama dari negara adalah melenyapkan berbagai bentuk monopoli dan kartel, karena praktek ini cenderung merusak kebebasan pasar dan karenanya ikut pula merusak kebebasan dan otonomi yang dimiliki oleh individu. Guna menciptkan rezim dan tatanan hukum yang seperti itu di tengah tatanan masyarakat corporatis yang telah terbentuk dan ada di Jerman pada awal abad ke-20 tersebut dibutuhkan suatu “intervensi negara liberal.”  Intervensi negara dibutuhkan untuk menghindari terjadinya akumulasi kekuatan ekonomi pada tangan tertentu. Negara harus mampu berdiri kuat diatas semua kepentingan politik yang ada, guna menghindari oportunisme politik yang dipicu oleh kepentingan sosial dan ekonomi, yang dilakukan oleh berbagai kepentingan partai politik, kartel, atau kelompok kepentingan yang mencari “extra rents’ dari berbagai bentuk subsidi yang diberikan oleh negara kepada berbagai bentuk status monopoli.

Menurut Ordoliberal (juga dikenal dengan sebutan neoliberalisme Jerman), negara harus menciptakan tatanan sistem hukum yang baik dan mendorong perkembangan sektor ekonomi serta menjaga persaingan yang sehat melalui mekanisme dan mengikuti prinsip-prinsip pasar.  Yang menjadi titik perhatian adalah, jika negara tidak mengambil langkah aktif dalam mendorong terciptanya sebuah persaingan, maka perusahaan  yang memiliki kekuatan monopoli (oligopoli) lah yang akan muncul memainkan peran utama, dimana tidak saja akan menghancurkan berbagai keunggulan dan keuntungan yang sesungguhnya ada didalam ekonomi pasar, tetapi pula memungkinkan melemahkan tata pemerintahan yang baik (good government), mengingat kemampuan ekonomi yang sangat kuat dapat ditransformasikan menjadi kekuatan politik.

Gagasan Ordoliberalismus banyak tertuang dalam jurnal akademik Ordo yang bernama: Jahrbuch für die Ordnung von Wirtschaft und Gesellschaft. Beberapa diantara kontributor rutin didalam jurnal ini adalah Franz Böhm, Walter Eucken, Ludwig Erhard, Friedrich Hayek, Alexander Rüstow, dan yang lainnya. Filsafat politik ordoliberalismus banyak dipengaruhi oleh Aristotle, De Tocqueville, Hegel, Spengler dan Karl Mannheim.*(M.Husni Thamrin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar